Stephen Schwartz, Sarajevo – Aku Menemukan Islam

Pria yang lahir di Columbus, Ohio ini dikenal sebagai
wartawan dan kerap mengkritik Bush. Kini ia menjalani
Islam dan rajin shalat
—-
Stephen Schwartz lahir di Columbus, Ohio tahun 1948.
Lebih dari separuh hidupnya dihabiskan dengan berkarir
sebagaiStephen Schwartz wartawan dan penulis. Stephen
kenal Islam dan bersyahadah ketika bertugas sebagai
reporter di Bosnia. Setelah memeluk Islam, mantan
wartawan senior San Francisco Chronicle ini kerap
mengkritik pemerintahan Bush yang sering
mengidentikkan teroris dengan Islam. Artikel-artikel
kontroversialnya muncul di sejumlah koran ternama seperti
The NewYork Times, The Wall Street Journal, The Los
Angeles Times, dan The Toronto Globe and Mail. Stephen
juga kontributor tetap untuk The Weekly Standard, The
New York Post dan Reforma di Mexico City. Berikut kisah
pria yang mengaku tertarik dengan kehidupan sufi dalam
Islam dan ketika di Bosnia aktif mengikuti kegiatan
tarekat Naqshabandiah. Inilah beritanya.
—–
Stephen Schwartz memeluk Islam di Bosnia pada 1997 atau
di usianya yang ke-49. Sebelumnya, lebih dari 30 tahun
lamanya, dia melakukan studi dan menimba berbagai
pengalaman hidup serta mempelajari sejarah beberapa
agama samawi. Bagaimana ceritanya hingga dia terkesan
dengan agama Islam?
“Aku tertarik dengan Islam sejak tahun 1990 saat
berkunjung ke Bosnia untuk melakukan studi tentang
sejarah Yahudi di Balkan. Aku butuh data itu untuk
mengisi kolom rutin di jurnal Jewish Forward. Nah dalam
penelitian itu, aku sempat menjalin kontak dengan tokoh-
tokoh Islam Balkan,” kisah Stephen.
—–
Jika menilik sejarah hidupnya, dia mengaku berasal dari
keluarga “agamis”. “Aku dibesarkan dalam lingkungan
yang benar-benar ekstrem bagi kebanyakan orang
Amerika. Ayahku seorang Yahudi yang taat. Sementara
ibuku adalah anak dari seorang tokoh kelompok Protestan
fundamentalis. Dia sangat paham dengan Bibel, juga Kitab
Perjanjian Lama dan Baru,” kata pria yang menambah
Suleiman Ahmad di depan namanya selepas memeluk Islam.
—–
Stephen sendiri mengaku, pertama kali bersentuhan dengan
agama adalah tatkala ikut kegiatan gereja Katolik. Walau
saat itu belum memutuskan ikut ajaran itu, dia sempat
tertarik dengan sejumlah literatur tentang kebatinan
dalam ajaran Katolik. Keingintahuannya membuat dia
melakukan sejumlah studi dan riset mendalam hingga ke
negeri matador Spanyol.
Riset di Spanyol
Di awal penelitiannya, Stephen mengamati bahwa di balik
kejayaan Katolik Spanyol ternyata terdapat pengaruh kuat
sejarah Islam kala berkuasa di Spanyol. Dia mengaku
takjub dan terinspirasi dengan agama Islam yang masih
bertahan dalam sejumlah tradisi di sana.
—–
“Sebagai seorang penulis, aku meneliti fenomena ini
selama bertahun-tahun. Mula-mula kupelajari sejarah itu
melalui aneka karya sastra masa lampau yang
menunjukkan pengaruh Islam di kawasan Iberia itu,”
ungkap dia.
—–
Awal 1979, dia mulai mempelajari Kabbalah, sebuah tradisi
mistik bangsa Yahudi. “Nah, menariknya di dalam Kabbalah
itu juga kudapati adanya pengaruh Islam,” ujar Stephen
yang meneliti tentang Kabbalah selama hampir 20 tahun
lamanya.
Kenal Islam di Bosnia
Selama meneliti Kabbalah, dia sempat melakukan
perjalanan ke Bosnia dalam kapasitasnya sebagai seorang
reporter. “Tahun 1990 untuk pertama kalinya aku
bersentuhan secara langsung dengan Islam di Bosnia dan
untuk pertama kalinya pula aku mengunjungi sebuah mesjid
di ibukota Sarajevo,” kata dia.
—-
“Perlahan, aku melihat Islamlah yang mampu menawarkan
jalan “terdekat” untuk mendapatkan kasih sayang Allah,”
ujar pria yang juga aktif mengikuti tarekat
Naqshabandiah kala di Bosnia. Dia bertemu dengan Syekh
Hisham, seorang guru tarekat Naqshabandi di sana.
Hatinya benar-benar terkesan hingga dalam hitungan
minggu diapun bersyahadah di negeri Balkan itu. “Aku
bangga jadi orang Islam,” aku dia.
—–
Di Sarajevo, Stephen menemukan banyak hal yang
mengesankan hatinya. “Kutemukan sebuah pos terdepan
Islam di Eropa, saat mana aku tidak merasa sebagai
seorang asing di sana. Saat mana aku secara gampang bisa
berjumpa dan bergaul langsung dengan orang-orang Islam
yang begitu ramah, demikian pula kalangan terdidiknya.
Aku menemukan puisi dan gubahan musik yang begitu
indah, yang mengekspresikan nilai-nilai keagungan dan
kedamaian dalam Islam,” ungkap dia dipenuhi rasa kagum.
—-
“Aku telah temukan sebuah “taman tua” yang indah,” ujar
Stephen mengutip salah satu bait lagu Bosnia yang sangat
terkenal yang berkisah tentang masa jaya Kekhalifahan
Usmani di Balkan dan kontribusinya terhadap budaya
Islam.

Stephen juga membaca beberapa bagian dari Alquran dan
mengunjungi monumen-monumen Islam selama
kunjungannya di Balkan.

“Aku layaknya kembali ke taman itu dan akhirnya masuk
ke dalamnya,” ujar dia memberi ibarat. Ya, akhirnya dia
memang memutuskan masuk Islam kala di Bosnia.
Takut timbul konflik
Sejak menerima Islam, Stephen sangat berhati-hati sekali
dalam mengirim informasi keislamannya, baik itu kepada
keluarga, teman-temannya hingga para tetangga
dekatnya.

“Aku tidak mau sembarangan memberikan info ini, takut
nanti timbul konflik dan kontroversi.. Aku juga tidak mau
pengalaman ini dilihat atau dicap sebagai sesuatu yang
bodoh atau picik. Ini bukan menyangkut diriku pribadi, tapi
ini berkaitan dengan Allah. Aku ingin proses keislaman ini
berada di jalan yang wajar. Hal ini semata-mata untuk
kebaikan umat Islam dan juga bagi terbentuknya hubungan
persaudaraan Islam di dalam ikatan kalimat la ilaha
illallah,” tukas dia.
—-
“Aku amati, adakalanya kalangan nonmuslim melihatku
sebagai seorang muallaf baru yang terpengaruh oleh
kehidupan di Balkan. Tapi aku segera meluruskan pendapat
ini seraya menyebutkan bahwa aku suka Islam bukan
karena terlibat politik atau alasan kemanusiaan, tapi murni
semata-mata karena pesan indah yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW sebagai utusan Allah,” kata dia lagi.
Damai dalam Islam
“Seperti telah kusebutkan di awal, aku menemukan bahwa
hal-hal positif dalam agama samawi Yahudi dan Nasrani.
Nilai-nilai positif itu terefleksikan dalam ajaran Islam.
Jadi, Islam datang menyempurnakan agama terdahulu,”
kata Stephen.

“Aku sangat yakin, tanpa adanya toleransi orang-orang
Arab Spanyol dulu, terutama di saat Kekhalifahan Usmani
masih berjaya, maka bangsa Yahudi telah lama hilang dari
permukaan bumi ini. Halnya agama Yahudi hari ini,
sangatlah jauh berbeda dengan ajaran mereka saat masih
hidup berdampingan dengan orang-orang Islam dahulu,”
tegas Stephen.

“Setelah memeluk Islam, hal yang sangat berkesan bagiku
adalah adanya kedamaian hati disertai kehadiran Allah di
dalam setiap hal. Muncul perasaan lembut, sopan santun,
sederhana dan rasa ikhlas. Hidupku jadi mudah. Bahkan di
saat aku ada masalah atau ujian dalam hidup ini,” tutur
Stephen yang sangat yakin jika nilai-nilai Islam itu akan
mampu menyelesaikan aneka permasalahan di Amerika,
terutama perkara krisis moral.

Kritik Bush
Begitulah. Saat ini Stephen Schwartz dipercaya sebagai
Direktur Eksekutif Center for Islamic Pluralism yang
didirikan pada 25 Maret 2005 dan berpusat di Washington
DC. Dia juga penulis buku best seller The Two Faces of
Islam: Saudi Fundamentalism and Its Role In Terrorism.
Buku itu telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa.
Dalam buku tersebut dia mengungkapkan rasa tak
setujunya dengan cap Islam teroris dan mengkritik secara
terbuka pemerintahan Bush yang selalu mengidentikkan
teroris dengan Arab. Akibat kritik tajamnya itu Stephen
pun lantas dipecat dari posisinya sebagai penulis berita di
media bergengsi Voice of America.

Begitupun, dalam beberapa hal, Stephen mengaku sangat
sedih kala melihat konflik di Timur Tengah. “Aku sering
memimpikan adanya kedamaian dan persahabatan antara
Israel dan Arab. Persis sepertimana di saat orang Yahudi
bisa hidup damai di masa kepemimpinan orang Islam,” kata
pria yang dikala mudanya pernah terlibat dalam kelompok
radikal sayap kiri itu. (Dz/Kisah Mualaf)

Sumber : http://www.eramuslim.com